Mgs
Sejarah bukanlah suatu
cerita yang sudah usang yang ditinggalkan karena tertinggal zaman, namun
sejarah adalah prasasti yang sangat penting dalam suatu perjuangan sekaligus
satu nilai besar dari sebuah perjuangan yang menjadi cermin bagi kita ( generasi
) untuk meneladani semangat juangnya bukan hanya untuk dikenang bahkan untuk
dteruskan perjuangannya.
Begitu pula Madrasah Ghozaliyyah Syafi’iyyah ( MGS ) Ponpes Karangmangu Sarang
Rembang yang telah berdiri pada tahun 1353 H./1934 M. ini juga telah melewati
lika-liku perjuangan panjang nan melelahkan dalam sejarahnya yang pada saat itu
MGS belum
mempunyai tanah yang pasti untuk cikal bakal berdirinya bangunan Madrasah, pada tahun 50-an tanah KH. Syu’aib yang telah diberikan kepada putranya KH. Ahmad dijadikan tempat awal mula berdirinya Madrasah, Kemudian tanah tersebut diwaqafkan oleh KH.Abdurrochim Ahmad dan pada tanggal 01 April 2000 M Ikrar wakaf dilaksanakan (sekarang tanah tersebut sudah bersertifikat tanah Wakaf). Serta sekaligus beliaulah yang menjabat sebagai ketua Nadzir yang pertama kemudian digantikan oleh KH. Maimoen zubair setelah KH. Abdurrochim Ahmad wafat pada tanggal 7 Desember 2001 M.
Diawali dari berdirinya pondok pesantren Sarang “MA’HAD ILMI Al MUTTAHIDAH”
(MIM) namun tempatnya masih terpisah-pisah di sekitar Sarang yang kemudian
berkembang dengan pesat serta tuntutan keadaan dan cita-cita mulia untuk
mendidik para santri supaya lebih mendalami ilmu agama, maka didirikanlah
Madrasah dengan nama “NAHDLOTUL WATHON” bertempat di kompleks yang sekarang
bernama Ponpes MIS dan dipelopori oleh dua menantu KH. Ahmad bin Syu’aib yaitu
KH. Ridlwan ( Bangilan Tuban, ayah KH. Abdul Fattah ) dan KH. Zubair Dahlan
(ayah KH. Maimoen Zubair) dengan sistem klasikal dengan dibantu oleh beberapa
ustadz dari santri-santri senior, diantara para ustadz yang pertama mengajar
adalah : KH. Fahrurrozi Almaghfurlah (Tuban), Ust. Hisyam Almaghfurlah ( Beji
Jenu ), Ust. Ach. Syakur Almaghfurlah, Ust. Ahmad Amin Almaghfurlah (Jenu Tuban).
Namun Madrasah hanya bertahan selama 6 tahun. Pada tahun 1930-an.
Sekembalinya KH. Abdus Salam ( Putra KH. Fathur Rohman ) nyantri dari Tebuireng
beliau merintis kembali Madrasah Nahdlotul Wathon yang pernah berdiri dengan
dibantu oleh Ustadz Afandy (Jatirogo Tuban) dan Ust. Mukri (Jepara) yaitu pada
tahun 1359 H. / 1940 M. Dua tahun kemudian Beliau KH. Abd. Salam belajar ke
Makkah setelah dinikahkan dengan Nyai.Hj Mahmadah (Ibunda KH. MA. Ainul Yaqin)
dan wafat disana (Allohummarhamhu), saat itu bertepatan dengan penguasan Jepang
pada negara Indonesia, Beberapa tahun kemudian setelah Wafatnya KH. Abd. Salam,
Nyai.Hj Mahmadah menikah lagi dengan KH. A. Zubaidi ( asli Karas, Sedan)
kemudian menetap di Tuban tepatnya di kediaman Mertuanya (KH. Utsman) setelah
dijodohkan oleh KH. Ahmad, pada saat penguasaan Jepang Madrasah kembali meredup
dan berhenti setelah berjalan selama 3 tahun.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 10 Muharrom ( hari
‘Asyuro’ ) tahun 1369 H./1950 M. madrasah didirikan kembali, Adapun
tempat sementara sebagai perintisan yaitu berada di Masjid Ponpes
Karangmangu Sarang Rembang, sampai pada kuantitas yang mencapai 6 (enam) kelas
sehingga membutuhkan ruangan yang mampu untuk menampung dengan kapasitas lebih
banyak, kemudian untuk memenuhi hal tersebut, maka Madrasah berpindah di
sebelah selatan jalan raya dan tepatnya barat ponpes MUS dengan dipelopori oleh
KH. Ahmad bin Syu’aib dan KH. Ali Masyfu’ (Pendiri PP. Al-Amin), dan sebagai
guru pertama: KH. Ali masyfu’ bin KH. Fathurrohman, KH. Zubair dahlan, K.H
Fahrurrozi (Tuban) dan Ustad Masyhuri (Singgahan Tuban). Pada periode ini
Madrasah diberi nama “MADRASAH GHOZALIYYAH SYAFI’IYYAH ( MGS )”.
Pemberian nama “GHOZALIYYAH” adalah diambil dari nama pendiri Pondok Pesantren
Sarang yaitu KH. Ahmad Ghozali bin Lanah Karangmangu Sarang (wafat pada tahun
1856 M.) untuk tabarrukan dan mengabadikan nama serta mengenang jasa dan
perjuangan beliau. Sedangkan “SYAFIYYAH” adalah gambaran dari madrasah yang
mengikuti Madzhab Syafi’I yaitu salah satu dari empat madzhab Ahlussunnah Wal
Jama’ah.
SISTEM PENDIDIKAN MGS
MGS adalah Madrasah yang Independen ( berdiri sendiri ) tidak
bernaung dibawah Departemen Agama atau lembaga lain. Dengan demikian Madrasah
menentukan arahnya sesuai dengan ciri khas kesalafannya, menggunakan sistem
pendidikan masuk sekolah setiap hari kecuali hari Jum’at, memakai kopyah,
berbaju panjang, bersarung dan bersandal. Tahun ajaran dimulai pada bulan
Syawwal sampai bulan Sya’ban, pada setiap tahun ajaran libur pada bulan Robi’ul
Awwal.
Adapun belajar Mengajar berlangsung pada pagi hari dengan sistem klasikal
sesuai dengan tingkatannya masing-masing, Ibtida’ 4 tahun, Tsanawi dan Aliyyah
masing-masing 3 tahun, dengan alokasi waktu belajar 3 jam pelajaran setiap
hari, masing-masing 90 menit dengan fokus pada pelajaran agama, meliputi :
Al-Qur’an, Al- Hadits, Ilmu Tafsir, Mustholah Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh,
Faro’idl, Tashowwuf, Arabic Grammer, seperti Nahwu, Shorof, Qowa’idus Shorfi,
I’rob, I’lal, Balaghoh, ‘Arudl, Mantiq serta Falak. Kecuali pada tingkat
Ibtida’ ditambah dengan pelajaran IPS, IPA, Hisab (Matematika), dan
Khoth/Imla’.
Musyawaroh adalah ciri khas tersendiri untuk mengasah kemampuan berpikir santri
dengan materi pelajaran yang telah diajarkan, yang dilaksanakan pada malam hari
untuk Tingkat Tsanawi dan Aliyyah dan sore hari untuk tingkat Ibtida’.
Untuk mengukur keberhasilan belajar siswa diadakan ujian dengan tiga tahapan,
ujian pertama (bulan Muharrom), pertengahan (bulan Robi’ul akhir) dan ujian
akhir (bulan Rajab). Sebagai syarat untuk mengikuti ujian, Madrasah mempunyai
aturan sendiri, yaitu Muhafadhoh fan pelajaran sesuai dengan tingkatannya
masing-masing. Adanya aturan ini karena MGS mengikuti jejak Salafus Sholih
dalam menuntut ilmu dengan menghafal apa yang dipelajarinya.
Tenaga pengajar madrasah adalah para Masyayikh alumnus Timur
Tengah dan alumni terbaik Madrasah yang kompeten dalam bidangnya masing-masing.
PERKEMBANGAN MADRASAH
1. Perkembangan fisik
Semula Madrasah hanya memiliki beberapa bangunan saja, kemudian KH. Ahmad
memberikan uang sebagai tindakan stimulatif untuk dibelikan tanah yang
sebagiannya dibeli dari H. Mukri Sarang (termasuk orang kaya pada saat
itu), Namun karena banyaknya santri serta tuntutan perkembangan zaman
maka Madrasah pun memenuhi tuntutan tersebut, dengan bukti bangunan-bangunan
yang dimiliki sekarang sudah + 40 ruang belajar dengan kapasitas rata-rata 50
santri tiap ruang, satu kantor harian, dua ruang Masyayikh dan guru,
kantor DEMU, Auditorium, Musholla serta kamar mandi, tempat wudlu’,
WC, gudang dan ruang khodim, dengan berbagai macam bangunan, mulai yang
sederhana sampai yang sekelas universitas.
2. Perkembangan non
fisik
Pada mulanya Madrasah sebatas pengajaran yang berbentuk klasikal belum ada
tingkatan-tingkatan seperti saat ini. Setelah Madrasah mengalami kemajuan
dengan bertambahnya siswa dan minat belajar yang tinggi, maka didirikan tingkat
Tsanawiyyah pada tahun 1963 M. pada perkembangan berikutnya didirikan pula
tingkat Aliyyah pada tahun 1976 M. yang kala itu siswa berjumlah 700 siswa. Dan
pada tahun 2006 M. untuk menampung alumni MGS didirikan Ma’had ‘Aly Alghozaliy
(MAG) dengan ditempuh dua tahun. Jumlah santri MGS ditambah MAG saat ini +
1.800 siswa. Dan sekarang dengan berbagai pertimbangan, diantaranya: sedikitnya
minat santri untuk masuk (MAG), pembiayaan dll, kemudian(MAG) berpindah
di PP. MUS Sarang
Demikianlah sejarah berdirinya Madrasah Ghozaliyyah Syafi’iyyah (MGS), semoga
ditengah gempuran globalisasi dan modernisasi, madrasah ini tetap eksis dan
tetap mempertahankan kesalafannya. Amin ya Rabbal A’lamin.
Alhamdulillah makin maju MGS kita
BalasHapusAlhamdulillah .. Makin josst
BalasHapusAssalamu'alaikum pak
BalasHapusMohon bantuan no bagian admin ponpesnya pak, ada keperluan bertanya biaya mondok di MGS
Tetap exis &konsisten, untuk mencetak insan Kamil,
BalasHapus