Kuliah di Sudan, Tinggal di Mesir
Oleh Ahmad Sadzali (Mahasiswa Indonesia tinggal di Kairo, Mesir)
Sudan adalah negara Afrika yang berbatasan langsung dengan Mesir di sebelah utara. Pada awalnya, Sudan merupakan negara terluas di Afrika dan Arab. Namun setelah konflik internal yang berujung referendum pada bulan Januari 2011 lalu, akhirnya Sudan harus merelakan wilayah selatannya berdiri menjadi negara sendiri dengan nama Republik Sudan Selatan. Mayoritas penduduk Sudan menganut Islam Sunni, sekaligus menjadi agama resminya. Bahasa resminya adalah bahasa Arab.
Meski di negara ini terdapat konflik internal yang setiap saat bisa pecah, namun gairah penuntut ilmu untuk datang ke Sudan tidak menipis. Setiap tahunnya selalu ada mahasiswa asing, khususnya Indonesia yang datang menuntut ilmu ke Sudan. Bahkan Sudan juga salah satu negara pilihan untuk melanjutkan program pascasarjana di bidang studi keislaman.
Salah satu universitas di Sudan yang sering dituju untuk program pasca sarjana tersebut adalah Universitas Omdurman. Universitas yang didirikan pada tahun 1912 ini terletak di kota Omdurman, kota terbesar di Sudan. Universitas ini terkenal dengan studi keislamannya, karena awal mula berdirinya hanya membuka fakultas-fakultas keagamaan. Maka tidak aneh jika selanjutnya banyak mahasiswa asing yang kuliah strata satu ataupun pascasarjana di universitas ini.
Di antara mahasiswa yang cukup banyak berminat melanjutkan program pasca sarjananya adalah para lulusan Universitas al-Azhar, Mesir. Meski Universitas al-Azhar sendiri juga menyediakan program pascasarjana, akan tetapi tetap saja setiap tahunnya banyak lulusan salah satu universitas Islam tertua ini yang lantas melanjutkan studi ke Universitas Omdurman. Tentunya ada beberapa kelebihan dan sekaligus kemudahan yang ditawarkan Universitas Omdurman, sehingga menjadi alasan mahasiswa lulusan Universitas Al-Azhar tidak melanjutkan studi pasca sarjana di universitasnya itu.
Di antara kelebihan dan kemudahan yang ada di Universitas Omdurman adalah masa studi pascasarjana yang dapat ditempuh relatif lebih cepat daripada di Universitas al-Azhar. Untuk program magister misalnya, di Universitas Omdurman dapat ditempuh dalam 2 tahun, dibandingkan di Universitas al-Azhar yang paling cepat selesai magister 3,5 tahun. Masa kuliah wajib magister (tamhidi) di Universitas Omdurman hanya satu tahun saja, sedangkan di Universitas Al-Azhar harus lulus tamhidi selama dua tahun dulu baru bisa mengajukan proposal judul tesis.
“Kuliah S2 di al-Azhar memakan waktu lama. Paling cepat saja 3,5 tahun, dan itu sulit dicapai. Selain itu sistem kuliahnya juga susah. Sementara kita mempunyai target umur dan kerja yang harus dicapai,” tutur Ahmad Noor Islahudin, mahasiswa asal Jawa Timur yang baru lulus dari Universitas al-Azhar dan kini menempuh S2 di Universitas Omdurman.
Biasanya yang menjadi alasan utama mahasiswa lulusan al-Azhar memilih melanjutkan program pascasarjana ke Universitas Omdurman memang karena kemudahan sistem studinya. Bahkan tidak jarang mahasiswa yang tidak lulus program magister di Universitas al-Azhar, akhirnya beralih ke Universitas Omdurman. Namun meski demikian, bukan berarti kualitas keilmuan yang ada di Universitas Omdurman sebagai kualitas alternatif atau dinomorduakan.
Untuk fakultas keagamaan, Universitas Omdurman menyediakan Fakultas Ushuluddin dengan jurusan-jurusan sebagai berikut: al-Qur’an; Ilmu-ilmu al-Qur’an; Tafsir; Hadis; Ilmu-ilmu Hadis; Aqidah; Kebudayaan Islam; dan Sejarah. Sedangkan Fakultas Syari’ah dan Hukum menyediakan jurusan: Ushul Fiqih; Fiqih Perbandingan; Politik Islam; Fiqih Madzhab; Hukum Islam; Fiqih Maliki; Fiqih Pidana;Ahwal Syakhsiyah; dan Hukum.
Selain itu juga terdapat fakultas-fakultas umum seperti Fakultas Dakwah dan Informatika; Fakultas Ilmu-ilmu Sosial; Fakultas Ekonomi dan Sosiologi; Fakultas Kedokteran; Fakultas Teknik; Fakultas Sains; Fakultas Ilmu Pendidikan; Fakultas Bahasa Arab; Fakultas Pertanian; dan Fakultas Farmasi. Semua fakultas ini masih memiliki jurusannya masing-masing.
Bisa sambil tinggal di Mesir
Mungkin mahasiswa yang dulunya kuliah di Universitas al-Azhar dan tinggal di Mesir memiliki beberapa kelebihan ketika melanjutkan studinya di Sudan. Di antaranya adalah, meski kuliahnya di Sudan, tapi mereka bisa tetap tinggal di Mesir. Akan tetapi kelebihan tersebut tentu saja tidak tanpa syarat. Jika ingin tetap tinggal di Mesir, paling tidak mereka harus terdaftar di salah satu perguruan tinggi di Mesir. Baik itu sebagai mahasiswa S2, maupun mahasiswa diploma. Gunanya adalah agar tetap bisa mendapatkan visa tinggal di Mesir.
Dengan demikian, mahasiswa pasca sarjana di Sudan secara otomatis menjalani dua studi sekaligus, salah satunya adalah di Mesir. Jika dapat menjalankan kedua studinya itu secara berimbang, maka dua gelar pasca sarjana dari dua universitas dan negara yang berbeda dapat dia raih sekaligus. Meski terkadang sebagian mahasiswa hanya menjadikan kuliahnya di Mesir sebagai sampingan, sekadar untuk mendapatkan visa tinggal di Mesir saja. Sementara yang diprioritaskan adalah kuliahnya yang di Sudan, dengan alasan kuliah di sana menghabiskan biaya yang jauh lebih besar daripada di Mesir.
Kemudian, mahasiswa yang menempuh S2 di Universitas Omdurman misalnya, pergi ke Sudan hanya ketika menjelang ujian tamhidisaja. Masa kuliah S2 yang seharusnya memang selama satu tahun, namun sistem kuliah yang ada di Sudan memberikan peluang untuk tidak mengikuti perkuliah, dengan catatan ketika ujian bisa lulus. Artinya, minimal mahasiswa yang kuliah di Universitass Omdurman itu hanya dua kali pergi ke Sudan, yaitu ketika ujian tamhidi dan terakhir ketika uji tesis.
Selanjutnya, mahasiswa yang sudah lulus ujian tamhidi, dan kemudian sudah diterima proposal tesisnya, biasanya lebih memilih menulis tesis di Mesir. Ada beberapa alasan kenapa mereka memilih menulis tesisnya di Mesir, di antaranya adalah soal referensi pustaka yang dibutuhkan ketika menulis tesis tersebut.
Perpustakaan-perpustakaan di Mesir memiliki lebih banyak koleksi pustaka, termasuk manuskrip-manuskrip yang dibutuhkan untuk menulis tesis atau disertasi, dibandingkan dengan di Sudan. Selain perpustakaan, pencetakan buku-buku juga sangat gencar sekali di Mesir, baik buku-buku klasik (turats) maupun kontemporer. Ini merupakan kelebihan lain ketika mahasiswa tersebut tinggal di Mesir.
Dian Sufahmi misalnya, mahasiswa asal Jakarta ini lebih memilih tinggal di Mesir ketika sedang menulis tesisnya, daripada di Sudan. Menurutnya, dia bisa dengan mudah mendapatkan referensi yang dibutuhkan untuk tesisnya di Mesir.
“Di Mesir banyak referensi buku, sedangkan di Sudan tidak sebanyak di Mesir. Bahkan mahasiswa yang tinggal di Sudan ada yang hanya mengandalkan referensi digital seperti Maktabah Syamilah atau buku dalam bentuk file PDF untuk dijadikan rujukan,” jelas Dian yang juga alumni Pondok Modern Darussalam Gontor ini.
Faktor lain yang biasanya menjadi alasan mahasiswa tetap tinggal di Mesir adalah karena iklim di Sudan yang panas. Di ibukota Sudan, Khartoum, misalnya, memiliki iklim tandus yang panas. Bahkan berdasarkan suhu rata-rata per tahun, ibukota Khartoum itu bisa menjadi kota terpanas di dunia. Pada pertengahan musim panas, suhu bisa melampaui 50 °C.
Namun ini semua bukan berarti kuliah di Sudan merupakan kuliah alternatif. Walau bagaimanapun, Sudan tetap menjadi salah satu negara rujukan penuntut ilmu agama Islam. Dengan kondisi negara yang mungkin belum tentu lebih baik dari Indonesia saja, Sudan bisa menyediakan fasilitas untuk kader-kader ulama yang siap membina umat di seluruh penjuru dunia. Alumni-alumni Sudan sudah banyak yang berkiprah di dunia Islam, khususnya di Indonesia sendiri.
Bagi yang ingin menuntut ilmu di Sudan, tidak usah khawatir dengan segala kondisi yang ada di sana. Semuanya pasti ada jalan. Dan Mesir siap menjadi rumah bagi penuntut ilmu di negeri panas tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar