Imajinatif, bisa membuat seseorang menjadi kreatif. Imaji menciptakan
mimpi untuk direalisasikan. Dari impian Edison akan sebuah penerangan
tanpa minyak, terciptalah bolam. Dari impian Bill Gates bahwa komputer
akan ada disetiap rumah warga, terciptalah PC. Imajinatif juga membuat
seorang JK Rowling sukses membuai penduduk dunia dengan eksistensi dunia
sihir yang begitu hidup. Imajinasi juga yang membuat tokoh-tokoh
ciptaan Walt Disney nyata di tengah kehidupan anak-anak.
Imajinasi yang membuat Joni Ariadinata sukses menjadi seorang sastrawan
populer dari kehidupannya sebagai tukang becak tanpa rumah. Impian juga
yang membuat Lincoln tak henti mengejar cita-cita sampai menjadi seorang
presiden AS yang kegendaris di usia 52 setelah berkali-kali ditinggal
orang-orang tercinta, dipecat dari pekerjaan, terjerat hutang, dan
berkali-kali gagal mendaftar sebagai anggota parlemen.
Aniway, masih berkaitan dengan imajinasi, kreatif mungkin bukanlah
sebuah bakat. Tapi suatu keterampilan yang dapat diasah, suatu hal yang
akan cepat berkembang ketika kita dihadapkan pada berbagai kondisi
sulit. Kreatif selalu berawal dari impian dan imajinasi. Itu manisnya.
Barangkali sifat (atau sikap) imajinatif yang sedikit kumiliki agak
berbeda. Imajinatif memang mampu membuatku terhanyut dalam aliran cerita
komik atau novel yang kubaca, imajinatif membuatku larut mendalami
cerpen yang kubuat (meski dari sekian yang kukirim, baru satu yang
dimuat). Imajinatif juga menolongku memanfaatkan kertas bekas
warna-warni untuk membungkus kado ketika merasa sayang untuk
membuangnya. Sayangnya, imajinatif yang kupunya belum mendorongku untuk
melakukan suatu hal luar biasa yang bisa mengubah hidupku. Mungkin harus
menunggu keadaan benar-benar mendesakku sampai pojok kehidupan
Jeleknya, imajinatif membuatku menjadi penakut. Setiap adegan film,
komik, novel atau cerpen yang menakutkan, selalu terbayang-bayang di
depan mataku. Dan satu lagi, membuatku kadang tidak bisa membedakan
antara realita dan kenyataan (lah iya, wong realita sama kenyataan tuh
emang sama). Maksudku, realita dan angan-angan. Imajinasi membuatku
banyak berprasangka seperti seorang detektif yang merunut suatu kejadian
berdasar potongan fakta yang diketahuinya. Tentu saja sebagian besar
kenyataan tidak sesuai dengan rekaanku.
Misalnya saja ni, aku pernah membenci seseorang. Dari hal-hal yang
kuketahui, kususun fakta untuk menguatkan argumenku untuk benar-benar
membencinya. Saat kuceritakan pada sohibku, ”kamu ni ada-ada aja,”
sambil tertawa. Memang aneh kayaknya, masa sih aku membuat skenario
sendiri dari kejadian yang sudah terjadi (dengan kehendak Allah
tentunya). Sama sekali aku tak menyukai imajinasi yang ini.
Imajinasi juga membuat pikiranku lebih kompleks. Saat ada banyak hal
terjadi padaku, melintas di pikiranku, semuanya tak terkendali. Beberapa
lintasan pikiran memaksa untuk berimajinasi dengan beberapa runutan
kejadian yang berbeda, pada waktu yang bersamaan. Akibatnya… pusink….
sampai-sampai aku merasa harus mengikat kepalaku (ala orang Jepang yang
lagi berpikir keras/serius) untuk memastikan bahwa isi pikiranku tidak
akan berloncatan kemana-mana (maksudku berpikir, melayang yang
enggak-enggak). Sugesti ini cukup efektif, pikiranku jadi lebih tenang.
MayB guys en gals ada yang pernah mengalami permasalahan yang sama
denganku en mo share gimana penanganannya?
Sabtu, 27 April 2013
kreatif susah juga.......
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar