Judul Kitab
: Al-Asma'u Wa Al-Ashifat
Pengarang :
Al-Imam Al-Hafizh Abi Bakar Ahmad Bin Husen Bin Ali Al-Baihaqi
Tebal
: 512 Halaman
Penerbit
: Dar Ihya' Al-Turast
Al-Araby
Perang argument serial aqidah bukan barang baru dalam sejarah intelektual
islam. ini terbukti dengan munculnya sejumlah aliran dalam teritorial aqidah
islam. pada babak awal pembentukan Dinasti Umayyah, muncul sebuah pemikiran
yang di kemudian hari, di kenal dengan istilah Jabariyyah (fatalisme). Aliran
ini, berfaham tidak ada ikhtiar bagi manusia. Bagi jabariyyah, manusia ibarat
sehelai rambut yang di terbangkan oleh angin, kemanapun dan sampai kapan pun.
Demi mengukuhkan, kekuasaan nya Muawwiyyah kemudian memunculkan sebuah
argument, bahwa apa yang terjadi antara dia dengan imam Ali bin aby tholib,
merupakan kehendak Allah SWT yang harus terjadi dan kami tidak punya kekuatan
untuk menghindarinya karena kita hanya menjalankan kehendak Allah SWT. Titik
inilah yang kemudian menjadi cirri khas pemikiran para raja dalam islam. kita
bisa lihat, ketika dinasti umayyah runtuh dan muncul dinasti Abbasiyyah, pun
juga di tandai dengan konsep jabariyyah di awal gerakan membangun pengaruh
terhadap ummat islam. konsep Jabariyyah di tuduh sebagai biang kerok kemunduran
Islam. karena dengan memakai pemahaman jabariyyah seseorang tidak akan mau
berusaha karena apapun usahanya semuanya sudah ditentukan oleh Tuhan.
Dengan harapan perubahan Ummat,
Mu'tazilah pun lahir dengan mengusung pemahaman "taqdir" adalah hasil
upaya manusia sendiri. Karena tuhan itu adil maka tidak mungkin Dia menjadikan
manusia jahat lalu kemudian menghukumnya. Kejahatan manusia adalah upaya
manusia sendiri hingga ia pantas untuk di hukum. Pandangan Mu'tazilah ini
mendapat kecaman dan penolakan dari kelompok Asy'ariyah dengan menawarkan jalan
tengah. Sehingga seorang Asy'ariyah akan menjadi Mu'tazilah di saat dia
berupaya melakukan sesuatu dan mengambil posisi Jabariyah ketika mendapatkan
hasil usahanya. Dalam manuvernya Mu'tazilah cukup berjasa bagi kemajuan ummat
Islam. karena dengan faham yang di yakininya seorang Mu'tazilah akan berusaha
melakukan yang terbaik demi kepentingannya di dunia dan di akhirat. Pujian
serupa juga sempat keluar dari seorang imam Asy'ari dengan mengatakan bahwa
Mu'tazilah telah berjasa pada agama Islam karena telah menyelamatkan pemikiran
Islam dari rong – rongan pilsapat yunani.
Kitab Al-Asma'u Wa Al-Ashifatu
merupakan terobosan dari seorang Ulama' yang meninggalkan kita di tahun 458 H,
dalam rangka reboisasi kembali wacana teologi Islam. Berangkat dari sebuah
keprihatinan Al-Imam Al-Hafizh Abi Bakar Ahmad Bin Husen Bin Ali Al-Baihaqi
terhadap tingginya diagram wacana Bid'ah yang bermunculan di tengah gulatan
pemikiran keislaman saat ini. Di tambah munculnya sejumlah aliran, madzhab,
sekte dan firqoh yang menjadikan teologi sebagai batu loncatan wacana di tengah
kampung pemikiran Islam.
Dua alasan tersebut, menjadi titik simpul pemikiran Al-Imam Al-Hafizh Abi Bakar
Ahmad Bin Husen Bin Ali Al-Baihaqi dalam kitab ini. Sehingga dengan tegas
beliau menyatakan : "kitab nama-nama Allah Jalla Tsana'uh dan sifat-sifat
– Nya, yang berangkat melalui legalitas Al-Qur'an atas kebenarannya atau
legalitas Sunnah Rasulullah SAW atau legalitas Ijma' Salaf ummat ini, sebelum
munculnya firqoh (seperti : muktazilah, jabariyyah dan lain-lain) dan maraknya
wacana Bid'ah di tengah peradaban keilmuan Islam".
Al-Imam Al-Hafizh Abi Bakar Ahmad Bin Husen Bin Ali Al-Baihaqi menabuh Bedug
argumentasinya dalam kitab ini, dengan Bab 'Adad Al-Asama' Al-Laty Akhbarha
Al-Nabi Saw Anna Man Ahshoha Dakhala Al-Jannah. Pada pembahasan ini,
Al-Imam Al-Hafizh Abi Bakar Ahmad Bin Husen Bin Ali Al-Baihaqi mengangkat
ungkapan Rasulullah dari Abi Hurairoh, Rasulullah bersabda : "sesungguhnya
bagi Allah Sembilan puluh Sembilan nama, seratus selain satu. Barang siapa menghapalnya
masuk syurga dan dia maha ganjil serta mencintai yang ganjil". Di sisi
lain kitab yang kita bahas ini, menawarkan wacana "Allah Tertawa".
Sepintas tawaran Imam Al-Baihaqi ini sangat berbahaya, tetapi luasnya
pengetahuan sang imam, mampu menguraikannya di atas bangunan fakta dan data
bukan berdasarkan sentimentil tanpa dasar.
Tegasnya kitab Al-Asma'u Wa Al-Ashifatu sangat tepat untuk di koleksi oleh
kalangan intelektual lokal maupun intelektual metropolitan. Bagi peresensi
kitab ini, sangat tepat untuk di sebut "Bank Data Naqli Untuk Problem
Teologi
0 komentar:
Posting Komentar