Oleh : Sabiq Al Aulia Zulfa*
Hari raya qurban akhirnya tiba. Idul Adha mengingatkan akan peristiwa fenomenal yang sudah beribu tahun silam terjadi. Dalam sejarah itu, ada makna filosofi yang begitu besar tersimpan. Namun realitasnya, kebanyakan umat Islam belum terlalu memahami makna di dalam kejadian tersebut. Sehingga perayaannya pun hanya berupa rutinitas tahunan belaka.
Jika anda memahami lebih dalam akan makna dalam peristiwa tersebut, maka ada persatuan, pengorbanan dan kepatuhan yang menjadi inti pokok, yang dapat menjadikan anda lebih memaknai kehidupan ini dengan aktivitas yang produktif dan lebih baik. Kepatuhan menjadi prinsip yang harus selalu ditanamkan saat seorang hamba menerima perintah Tuhannya. Dalam hal ini, Ibrahim dengan berani membicarakan perintah Tuhannya dalam mimpi itu langsung kepada putra kesayangannya, Ismail. Menyembelih Puteranya! Ibrahim mengungkapkan bahwa dia diperintah oleh Allah untuk menyembelih Ismail. Tanpa panjang pikir pun Ismail langsung menerima perintah itu dengan tegar dan sabar.
Saat itu Ismail sudah terbaring dengan ditutupi kain. Sebenarnya Ibrahim merasa sangat berat untuk menjalankan perintah ini. Namun tidak akan ada hikmah kecuali setelah perintah dari Allah dilaksanakan. Perintah itu dijalankan sebagai bentuk sikap patuh suatu keluarga. Sang ayah yang berani menyampaikan dan melakukan perintah Tuhan, dan sang anak yang menerima hal itu dengan tegar. Ya, kepatuhan itulah yang ditunjukan keluarga Ibrahim sebagai indikasi bahwa semua itu membutuhkan pengorbanan. Mengorbankan perasaan dan materi (anak) sebagai wujud bahwa perintah Tuhan harus ditaati.
Singkat cerita, Ibrahim mengangkat dan mengayunkan pedangnya. Prottt! Darah bertebar dimana-mana, namun rasanya bukan Ismail yang tersembelih. Dan ibrahim pun kaget bukan kepalang. Ismail yang awalnya ditutupi kain ternyata digantikan Kambing oleh Allah. Maka terujilah mentalitas Ibrahim dan Ismail sebagai keluarga yang menjadi teladan umat manusia. Bahwa tiada pengorbanan tanpa didasari kepatuhan.
Kisah inspiratif terkait ketaatan total dengan pengorbanan penuh ini tidak mudah untuk ditiru. Namun dapat kita awali dengan menanamkan dan mengaplikasikannya dengan rela meninggalkan kegiatan yang kurang produktif ke arah hal yang positif. Dari game ke membaca buku. Dari facebook ke holybook, dari poker dan twitter ke jamaah witier, dan dari jajan ke shadaqah. Bukankah itu semua pengorbanan? Pengorbanan meninggalkan kebiasan lama yang berkualitas rendah, menuju kemajuan produktif. Coba anda tanya diri anda sendiri? Berapa ayat yang sudah anda baca dan fahami hari ini? Seringkah anda rukuk untuk tahajud dan witir? Atau berapa buku yang sudah anda baca? Apalagi jika anda bertanya, berapa shadaqahmu tiap hari?
Selain itu, makna kesatuan dapat pula kita peroleh dalam realita ibadah Haji yang setiap tahun dilakukan dalam bulan Dzulhijah ini. Tanpa mengenal batas negara, bangsa, suku dan kulit, umat muslim berkumpul dalam satu tujuan. Ridha Allah. Hal ini menyadarkan kita, bahwa alasan mereka berkumpul di Makkah dan Madinah hanyalah karena satu faktor saja, Agama Islam.
Maka dari itu, sudah seharusnya kegiatan Idul Qurban dan haji tidak hanya menjadi rutinitas tahunan semata. Namun sebaliknya, menjadi cara mengaktulisasikan bagaimana seharusnya umat islam dapat bersatu untuk mematuhi aturan Syariat dengan totalitas perjuangan sekuat tenaga
0 komentar:
Posting Komentar