Pages

Sabtu, 27 April 2013

kreatif susah juga.......

Imajinatif, bisa membuat seseorang menjadi kreatif. Imaji menciptakan mimpi untuk direalisasikan. Dari impian Edison akan sebuah penerangan tanpa minyak, terciptalah bolam. Dari impian Bill Gates bahwa komputer akan ada disetiap rumah warga, terciptalah PC. Imajinatif juga membuat seorang JK Rowling sukses membuai penduduk dunia dengan eksistensi dunia sihir yang begitu hidup. Imajinasi juga yang membuat tokoh-tokoh ciptaan Walt Disney nyata di tengah kehidupan anak-anak.
Imajinasi yang membuat Joni Ariadinata sukses menjadi seorang sastrawan populer dari kehidupannya sebagai tukang becak tanpa rumah. Impian juga yang membuat Lincoln tak henti mengejar cita-cita sampai menjadi seorang presiden AS yang kegendaris di usia 52 setelah berkali-kali ditinggal orang-orang tercinta, dipecat dari pekerjaan, terjerat hutang, dan berkali-kali gagal mendaftar sebagai anggota parlemen.
Aniway, masih berkaitan dengan imajinasi, kreatif mungkin bukanlah sebuah bakat. Tapi suatu keterampilan yang dapat diasah, suatu hal yang akan cepat berkembang ketika kita dihadapkan pada berbagai kondisi sulit. Kreatif selalu berawal dari impian dan imajinasi. Itu manisnya.
Barangkali sifat (atau sikap) imajinatif yang sedikit kumiliki agak berbeda. Imajinatif memang mampu membuatku terhanyut dalam aliran cerita komik atau novel yang kubaca, imajinatif membuatku larut mendalami cerpen yang kubuat (meski dari sekian yang kukirim, baru satu yang dimuat). Imajinatif juga menolongku memanfaatkan kertas bekas warna-warni untuk membungkus kado ketika merasa sayang untuk membuangnya. Sayangnya, imajinatif yang kupunya belum mendorongku untuk melakukan suatu hal luar biasa yang bisa mengubah hidupku. Mungkin harus menunggu keadaan benar-benar mendesakku sampai pojok kehidupan
Jeleknya, imajinatif membuatku menjadi penakut. Setiap adegan film, komik, novel atau cerpen yang menakutkan, selalu terbayang-bayang di depan mataku. Dan satu lagi, membuatku kadang tidak bisa membedakan antara realita dan kenyataan (lah iya, wong realita sama kenyataan tuh emang sama). Maksudku, realita dan angan-angan. Imajinasi membuatku banyak berprasangka seperti seorang detektif yang merunut suatu kejadian berdasar potongan fakta yang diketahuinya. Tentu saja sebagian besar kenyataan tidak sesuai dengan rekaanku.
Misalnya saja ni, aku pernah membenci seseorang. Dari hal-hal yang kuketahui, kususun fakta untuk menguatkan argumenku untuk benar-benar membencinya. Saat kuceritakan pada sohibku, ”kamu ni ada-ada aja,” sambil tertawa. Memang aneh kayaknya, masa sih aku membuat skenario sendiri dari kejadian yang sudah terjadi (dengan kehendak Allah tentunya). Sama sekali aku tak menyukai imajinasi yang ini.
Imajinasi juga membuat pikiranku lebih kompleks. Saat ada banyak hal terjadi padaku, melintas di pikiranku, semuanya tak terkendali. Beberapa lintasan pikiran memaksa untuk berimajinasi dengan beberapa runutan kejadian yang berbeda, pada waktu yang bersamaan. Akibatnya… pusink…. sampai-sampai aku merasa harus mengikat kepalaku (ala orang Jepang yang lagi berpikir keras/serius) untuk memastikan bahwa isi pikiranku tidak akan berloncatan kemana-mana (maksudku berpikir, melayang yang enggak-enggak). Sugesti ini cukup efektif, pikiranku jadi lebih tenang. MayB guys en gals ada yang pernah mengalami permasalahan yang sama denganku en mo share gimana penanganannya?

0 komentar:

Posting Komentar